Askep Leukemia Nanda Nic Noc Terbaru
Leukemia adalah kanker darah atau sumsum tulang. Sumsum tulang menghasilkan sel darah. Leukemia dapat berkembang karena masalah dengan produksi sel darah. Ini biasanya mempengaruhi leukosit, atau sel darah putih.
Leukemia paling mungkin memengaruhi orang berusia di atas 55 tahun , tetapi juga merupakan kanker paling umum pada mereka yang berusia di bawah 15 tahun.
National Cancer Institute memperkirakan bahwa 61.780 orang akan menerima diagnosis leukemia pada tahun 2019. Mereka juga memperkirakan bahwa leukemia akan menyebabkan 22.840 kematian pada tahun yang sama.
Leukemia akut berkembang dengan cepat dan memburuk dengan cepat, tetapi leukemia kronis semakin memburuk dari waktu ke waktu. Ada beberapa jenis leukemia, dan pengobatan terbaik dan peluang seseorang untuk bertahan hidup tergantung pada jenis yang mereka miliki.
Nah kali ini kita akan membahas tentang asuhan keperawatan Leukemia nanda nic noc terbaru dan terlengkap untuk membantu kalian yang masih duduk dibangku kuliah keperawatan kalian. Simak sampai tuntas, Sebelum di copas di baca dulu ya biar kalian juga paham akan askep leukemia.
Nah kali ini kita akan membahas tentang asuhan keperawatan Leukemia nanda nic noc terbaru dan terlengkap untuk membantu kalian yang masih duduk dibangku kuliah keperawatan kalian. Simak sampai tuntas, Sebelum di copas di baca dulu ya biar kalian juga paham akan askep leukemia.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Leukemia adalah nama sekelompok penyakit ganas yang ditandai oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit yang beredar. Leukemia dikaitkan dengan pertumbuhan abnormal leukosit yang menyebar sebelum sumsum tulang.
Kata-kata leukemia berasal dari kata Yunani leukos dan aima yang berarti "putih" dan "darah" yang mengacu pada peningkatan abnormal dalam leukosit. Peningkatan yang tidak terkendali ini pada akhirnya menyebabkan anemia, infeksi, trobositopenia, dan dalam beberapa kasus menyebabkan kematian (Jan Tambayong, 2000).
Salah satu penyakit tidak menular (degeneratif) adalah kanker. Kanker adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 84 juta orang meninggal karena kanker pada jangka waktu 2005 dan 2015.3 Pada tahun 2000 ada 10 juta orang (5,3 juta pria dan 4,7 juta wanita) menderita kanker di seluruh dunia dan 6, 2 juta di antaranya meninggal dunia. (Case Fatality Rate / CFR 62%) (WHO, 2003).
Data dari American Cancer Society (2004), kejadian leukemia di Amerika Serikat 33.440 kasus, 19.020 kasus di antaranya pada pria (56,88%) dan 14.420 kasus baru lainnya pada wanita (43,12%). Tingkat kejadian (IR) leukemia pada pria di Kanada adalah 14 per 100.000 populasi dan pada wanita 8 per 100.000 populasi pada tahun yang sama.
Data dari The Leukemia and Lymphoma Society (2009) menyatakan bahwa setiap 4 menit ada 1 orang yang meninggal karena kanker. Diperkirakan 139.860 orang di Amerika Serikat menderita leukemia, limfoma dan mieloma dan 53.240 orang telah meninggal karena kasus ini (CFR 38,1%). Leukemia IR adalah 12,2 per 100.000 populasi.
Penyakit ini memiliki banyak faktor penyebab tetapi tidak ada yang mendominasi sampai penyakit tersebut. Karena itu, untuk mencegah leukemia atau kanker darah kita harus tahu lebih banyak tentang leukemia, bagaimana gejalanya, efek leukemia, cara mendiagnosis dan menyembuhkannya.
Leukemia harus dirawat dengan tepat sehingga pasien tidak tertular penyakit lain karena transfusi yang tidak steril. Berdasarkan penjelasan dari fakta ini, kami, sebagai penulis, tertarik untuk membahas kasus-kasus mengenai leukemia dan sebagai pemenuhan tugas dalam sistem imun dan blok hematologi.
1.2 Rumusan Masalah
- Apa arti dari Leukemia?
- Apa saja jenis-jenis Leukemia?
- Apa etiologi Leukemia?
- Apa Faktor Risiko untuk Pengembangan Leukemia?
- Apa itu Patofisiologi Leukemia?
- Apa saja manifestasi klinis Leukemia?
- Apa tes diagnostik untuk Leukemia?
- Bagaimana penatalaksanaan Leukemia?
- Bagaimana perawatan keperawatan untuk pasien Leukemia?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan pembelajaran umum
- Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan kelainan sel darah putih (leukemia).
1.3.2 Tujuan pengajaran khusus
- Tahu etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, manajemen dan pencegahan Leukemia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Leukemia
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain (Reeves, Charlene J et al, 2001).
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sekelompok sel anak yang abnormal. Sel-sel ini menghambat semua sel darah lain di sumsum tulang untuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang.
Karena factor-faktor ini, leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Paa akhirnya, sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukemia.
2.2 Jenis Leukemia
Leukemia digambarkan sebagai akut atau kronis, bergantung pada cepat tidaknya kemunculan dan bagaimana diferensiasi sel-sel kanker yang bersangkutan. Sel-sel leukemia akut berdiferensiasi dengan buruk, sedangkan sel-sel leukemia kronis biasanya berdiferensiesi dengan baik.
Leukemia juga digambarkan berdasarkan jenis sel yang berproliferasi. Sebagai contoh, leukemia limfoblastik akut, merupakan leukemia yang paling sering di jumpai pada anak, menggambarkan kanker dari turunan sel limfosit primitive.
Leukemia granulostik adalah leukemia eosinofil, neutrofil, atau basofil. Leukemia pada orang dewasa biasanya limfositik kronis atau mielobastik akut.
Angka kelangsungan hidup jangka panjang untuk leukemia bergantung pada jenis sel yang terlibat, tetapi berkisar sampai lebih dari 75% untuk leukemia limfositik akut pada masa kanak-kanak, merupakan angka statistic yang luar biasa karena penyakit ini hamper brsifat fatal.
Pembagian penyakit leukemia terdiri dari:
1. Leukemia limfositik akut (LLA)
Leukemia limfoblastik akut adalah leukemia utama pada masa anak-anak, dan membentuk hamper semua leukemia pada anak berusia kurang dari 4 tahun, dan lebih dari separuh leukemia selama masa pubertas.
Penyakit ini jarang pada pasien berusia lebih dari 30 tahun. Walaupun LLA dijumpai pada sekitar 15% leukemia pada orang dewasa, namun dari kasus ini mungkin sebenarnya adalah gambaran awal dari transformasi akut LMK. (Ronald A. Sacher, 2004)
Leukemia limfoblastik akut (ALL) adalah keganasan yang paling sering dijumpai pada populasi anak-anak. Di Amerika Serikat, leukemia limfoblastik akut lebih sering dijumpai pada pria daripada wanita dan lebih sering pada ras kaukasia daripada Afrika-Amerika.
Puncak usia terjadinya leukemia limfoblastik akut adalah kira-kira 4 tahun, walaupun walaupun penyakit ini dapat mengenai semua usia. Individu-individu tertentu, seperti penderita Sindrom Down dan ataksia-telangieksis sangat beresiko mengalami penyakit ini. Penyebabnya tidak di ketahui, walaupun dapat berkaitan dengan factor genetic, lingkungan, infeksi, dan di pengaruhi imun.
Gejala pada saat pasien datang berobat adalah pucat, fatigue, demam, pendarahan, memar. Nyeri tulang sering di jumpai, dan anak kecil dapat datang untuk dievaluasi karena karena pincang atau tidak mau berjalan. Pada pemeriksaaan fisik dijumpai adanya memar, petekie, limfadenopati dan hepatosplenomegali.
Evaluasi laboratorium dapat menunjukan leukositosis, anemia, dan trombositopenia. Pada kira-kira 50% pasien pasien di temukan jumlah leukosit melebihi 10.000/mm3 pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi 50.000/mm3.
Neutopenia (jumlah neutrofil absolute kurang dari 500/mm3) sering dijumpai. Limfoblas dapat melaporkan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik.
Diagnosis pasti leukemia di tegakkan dengan melakukan aspirasi sumsum tulang yang meperlihatkan limfoblas lebih dari 25%. Sebaikmya juga dilakukan pe,eriksaan imunologik,sitogenik, dan karakter biokimiawi sel. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan tempat persembunyian penyakit ekstramedular.
Factor-faktor prognostic seperti jumlah leukosit awal dan usia pasien menetukan pengobatan yang diindikasikan. Pasien-pasien yang berisiko tinggi memrlukan terapi yang lebih intensif.
Kebanyakan rencana-rencana pengobatan berlangsung selama 2-3 tahun dan dimulai dengan fase induksi remisi yang bertujuan untuk menurunkan beban leukemik yang berdeteksi menjadi kurang dari 5%. Fase terapi berikutnya bertujuan untuk menurunkan dan akhirnya menghilangkan semua sel leukemik dari tubuh.
Terapi preventif pada saraf pusat termasuk didalam semjua protocol terapi. Kemoterapi dengan beberapa obat merupakan terapi utama, walaupun pada beberapa pasien yang berisiko tinggi dilakukan radiasi pada sistem saraf pusat.
Transplantasi sumsum tulang merupakan pendekatan pengobatan lain yang dilakukan pada anak yang mengalami relaps sumsum tulang. Tempat relaps lain adalah sistem saraf pusat dan testis. Prognosis untuk daya tahan tubuh hidup bebas penyakit yang lain lama adalah kira-kira 75% pada semua kelompok resiko.
Sindrom lisis tumor (trias metabolic hiperurisemia, hiperkalemia, dan hiperfofatemia) merupakan komplikasi terapi yang terjadi ketika sel leukemia mengalami lisis sebagai respons terhadap kemoterapi sitotoksik dan pelepasan, kandungan interaselulernya ke dalam aliran darah.
Sindrom ini sering terjadi di dalam sel yang memiliki fraksi pertumbuhan tinggi (leukemia/limfosema sel T dan limfoma burkitt). Hidrasi, alkalinisasi, dan pemberian aluporinal secara agresif sebelum memulai kemoterapi dapat meringankan disfungsi ginjal yang serius. Kedua tidakan pertama membantu ekskresi fosfat dan asam urat, dan alupurinol mengurangi pembentukan asam urat.
Kalium sebaiknya tidak ditambahkan ke dalam cairan hidrasi. Dengan memantau konsentrasi elektrolit dan fungsi ginjal secara kilat, seseorang dapat menghindari berkembangnya gagal ginjal. (M.william schawtz,2005)
2. Leukemia myelocytic kronis (CML)
Leukemia myelocytic kronis (CML) menyumbang sekitar 3% dari semua kasus leukemia pada anak-anak. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, tetapi sebagian besar kasus terjadi pada akhir masa kanak-kanak.
Penyakit ini relatif lebih lambat dari leukima akut. Penyebabnya tidak diketahui. Pasien sering tanpa gejala dan ada jumlah leukosit yang tinggi atau splenomegali yang ditemukan pada pemeriksaan rutin anak-anak yang sehat. Namun, bisa ada gejala seperti demam, keringat malam, sakit perut atau nyeri tulang.
Pemeriksaan fisik menunjukkan splenomegali nyata. Hepatomegali juga bisa terjadi. Evaluasi laboratorium biasanya menunjukkan leukositosis, trombositus, dan anemia ringan. Sumsum tulang hiperseluler tetapi dengan maturasi mieloid normal.
Sel ledakan tidak sering ditemukan. Pada sekitar 90% kasus, tanda-tanda sitogenik khas pada leukemia myelocytic kronis yang terlihat adalah: kromosom lphiladelphia. Kromosom ini terkait dengan t klasik (9; 22).
Ada tiga jenis leukemia myelocytic kronis: fase kronis, fase dipercepat, dan krisis ledakan. Fase kronis dapat berlangsung selama bertahun-tahun dan menunjukkan hiperproliferasi elemen mieloid dewasa.
Pengobatan selama fase ini diindikasikan dengan cytoreduction untuk mengurangi risiko pengembangan leukositosis dan splenomegali masif. Hydroxyuria adalah bagian penting dari perawatan cytoredutif.
Seiring waktu, semua pasien akan memasuki fase dipercepat dan fase ledakan, mengalami leukemia yang nyata. Dalam sebagian besar keadaan, myeloblasts secara morfologis, tetapi transformasi limfoblas juga dapat terjadi.
Ketika fase ledakan dimulai, prognosisnya biasanya buruk. Transplantasi sumsum tulang (BMT) adalah satu-satunya terapi kuratif dan harus dilakukan ketika pasien masih dalam fase kronis. (M.william schawtz, 2005)
3. Multiple Myeloma
Multiple myeloma adalah kanker sel plasma di mana klon sel plasma abnormal berkembang biak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi abnormal, yang terakumulasi dalam darah atau urin.
Multiple myeloma (myelomatosis, myeloma plasma cells, Kahler's disease) adalah keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang, dan pembentukan paraprotein.
Myeloma menyebabkan gejala klinis dan tanda-tanda klinis melalui berbagai mekanisme. Tumor menghambat sumsum tulang dari memproduksi sel darah yang cukup. Ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan saluran pencernaan.
Meskipun myeloma masih belum dapat diobati, perkembangan terapi terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-obatan lain seperti bortezomib dan CC-5013, sangat menjanjikan. (McPhee, J. Stephen, Maxine A. Papadakis, Jr. Lawrence M. Tierney, 2008).
2.3 Etiologi
Kanker adalah jenis penyakit degeneratif yang disebabkan oleh pertumbuhan abnormal sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Selanjutnya, sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lain sehingga dapat menyebabkan kematian (Irawan, 2001).
Leukemia adalah suatu kondisi di mana ada pertumbuhan sel-sel induk yang tidak dapat dibalikkan dari darah. Pertumbuhan dimulai dari tempat sel berada. Sel-sel ini, dalam berbagai tahap akan membanjiri aliran darah sehingga sel-sel tertentu akan ditemukan dalam jumlah besar.
Sebagai akibat dari proliferasi sel abnormal akan terjadi kompetisi metabolisme yang akan menyebabkan anemia dan trombositopenia. Jika proliferasi sel terjadi di limpa, limpa akan membesar, sehingga hipersplenisme dapat terjadi yang kemudian menyebabkan memburuknya anemia dan trombositopenia (Supandiman, 1997).
Etiologi leukemia belum sepenuhnya dijelaskan. Banyak ahli menduga bahwa faktor-faktor infeksi memainkan peran utama dalam etiologi leukemia. Infeksi terjadi oleh suatu zat yang menyebabkan reaksi seperti infeksi oleh virus.
Mereka membuat dalil bahwa kelainan pada leukemia bukan penyakit primer tetapi merupakan bagian dari respon pertahanan sekunder tubuh terhadap infeksi. Respons defensif tubuh berbeda pada berbagai tingkat usia, jadi kita melihat bahwa leukemia limfoblastik akut banyak terdapat pada anak-anak, leukemia mieoblastik akut pada orang dewasa muda, leukemia granulocytic kronis pada dewasa muda dan lansia dan leukemia limfositik kronis dapat ditemukan pada semua orang dewasa muda. umur (Supandiman, 1997).
Peningkatan insiden leukemia pada orang yang terpapar radiasi sinar-X (terkena radiasi ledakan bom AOM, yang bisa berupa terapi radiologis dan radiologis). Diduga bahwa peningkatan insiden ini karena radiasi akan menurunkan resistensi terhadap zat penyebab leukemia (Supandiman, 1997).
Obat-obatan yang dapat memicu leukemia akut adalah agen alkilasi, epindophy ilotoxin. Kondisi genetik yang memicu leukemia akut adalah sindrom Down, sindrom bloom, anemia fanconi, ataksia telangiectasia. Bahan kimia pemicu Leukemia adalah benzena. Kebiasaan hidup yang memicu leukemia adalah merokok, minum alkohol keduanya (Dipiro, et al, 2005).
2.4 Faktor Risiko Perkembangan Leukemia
Faktor risiko untuk leukemia antara lain adalah predisposisi genetik yang berhubungan dengan insiator (mutasi) yang diketahui atau tidak diketahui.
Saudara kandungan dari anak yang menderita leukemia memiliki kecerendungan 2 sampai 4 kali lipat untuk mengalami penyakit ini disbandingkan anak-anak lain. Kromosom abnormalitas kromosom tertentu, termasuk sindrom Down, memiliki resiko menderita leukemia.
Pajanan terhadap radiasi, beberapa jenis obat yang menekan sumsum tulang, dan berbagai obat kemoterapi telah dianggap meningkatkan risiko leukemia, agens-agens berbahaya di lingkungan juga di duga dapat menjadi factor risiko.
Riwayat penyakit sebelumnya yang berkaitan dengan hematopoies (pembentukan sel darah ) telah terbukti meningkatkan risiko leukehodgkin, myeloma multiple. Riwayat leukemia kronis meningkatkan risiko leukemia akut.
2.5 Patofisiologi
Sebuah sel induk majemuk berpotensi untuk mengalami diferensiasi, poliferasi dan maturasi untuk membentuk sel-sel darah matang yang dapat dilihat pada sirkulasi perifer.
Pathway Leukemia
2.6 Manifestasi Klinis
Selain presentasi klinis, laboratorium dan evaluasi patologi diperlukan untuk definitif diagnosis leukimia. Tes yang paling penting adalah sumsum tulang biopsi dan aspirasinya yang disampaikan kepada hematopathology untuk berbagai evaluasi.
Noda cytochemical sangat membantu untuk menentukan apakah leukimia akut adalah keturunan myeloid atau limfoid.
Umum:
Biasanya terjadi 1-3 bulan dengan gejala yang tidak jelas seperti kelelahan, kurangnya toleransi latihan, nyeri dada dan perasaan yang tidak enak.
Gejala:
Pasien melaporkan penurunan berat badan, malaise, kelelahan, dan palpitasi dan dyspnea saat beraktivitas. Gajala lain yang dapat muncul yaitu demam, menggigil, dan kerasnya sugestif infeksi, memar (perdarahan vagina yang berlebihan, epistaksis, ekimosis dan petechiae), nyeri tulang, kejang, sakit kepala, dan diplopia.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Diagnostik Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
Hitung darah lengkap dan diferensiasinya adalah indikasi utama bahwa leukemia tersebut mungkin timbul.Semua jenis leukemia tersebut didiagnosis dengan aspirasi dan biopsi sumsum tulang.
Contoh ini biasanya didapat dari tulang iliaka dengan pemberian anestesi lokal dan dapat juga diambil dari tulang sternum. (Gale, 2000 : 185)
Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik seperti:
1) Darah tepi
• Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan timbul cepat.
• Trombositopenia, sering sangat berat di bawah 10 x 106/l
• Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun.
• Menunjukkan adanya sel muda (mieloblast, promielosit, limfoblast, monoblast, erythroblast atau megakariosit) yang melebih 5% dari sel berinti pada darah tepi.
2) Sumsum tulang
Merupakan pemeriksaan yang sifatnya diagnostik.Ditemukan banyak sekali sel primitif.Sumsum tulang kadang-kadang mengaloblastik; dapat sukar untuk membedakannya dengan anemia aplastik.
Hiperseluler, hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya leukomic gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang, tanpa sel antara). System hemopoesis normal mengalami depresi.
Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam hitung 500 sel pada apusan sumsum tulang).
3) Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan dalam diagnosis leukemia karena kelainan kromosom dapat dihubungkan dengan prognosis.
4) Pemeriksaan immunophenotyping
Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan klasifikasi imunologik leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk pemeriksaan surface marker guna membedakan jenis leukemia.
2. Pemeriksaan Diagnostik pada Kronik Leukimia Myeloblast (CML)
1) Darah Tepi
• Leukositosis biasanya berjumlah >50 x 109 /L dan kadang – kadang >500 x 109/L.
• Meningkatnya jumlah basofil dalam darah.
• Apusan darah tepi : menunjukkan spektrum lengkap seri granulosit mulai dari mieloblast sampai netrofil, dengan komponen paling menonjol ialah segmen netrofil dan mielosit. Stab, metamielosit, promielosit dan mieloblast juga dijumpai. Sel blast kurang dari 5%.
• Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih sering meningkat.
• Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase [NAP] score) selalu rendah
2) Sumsum Tulang.
Hiperseluler dengan sistem granulosit dominan.Gambarannya mirip dengan apusan darah tepi.Menunjukkan spectrum lengkap seri myeloid, dengan komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30%. Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat.
3) Sitogenik: dijumpai adanya Philadelphia (Ph1) chromosome pada kasus 95% kasus.
4) Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.
5) Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric protein bcr – abl pada 99% kasus.
6) Kadar asam urat serum meningkat.
Perubahan CML dari fase kronik ke fase transformasi akut ditandai oleh:
1) Timbulnya demam dan anemia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
2) Respons penurunan leukosit terhadap kemoterapi yang semula baik menjadi tidak adekuat.
3) Splenomegali membesar yang sebelumnya sudah mengecil.
4) Blast dalam sumsum tulang >10%.
Diangnosis CML dalam fase akselerasi menurut WHO:
1) Blast 10 – 19 % dari WBC pada darah tepi atau dari sel sumsum tulang berinti.
2) Basofil darah tepi > 20%.
3) Thrombositopenia persisten (<100 x 109/L) yang tidak dihubungkan dengan terapi, atau thrombositosis (>1000 x 109/L) yang tidak responsive pada terapi.
4) Peningkatan ukuran lien atau WBC yang tidak responsif pada terapi.
5) Bukti sitogenetik adanya evolusi klonal.
Diagnosis CML pada fase krisis blastik menurut WHO:
1) Blast >20% dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang berinti.
2) Proliferasi blast ekstrameduler.
3) Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsy sumsum tulang.
3. Pemeriksaan Diagnostik pada Multiple Myeloma
1) Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien yang terdiagnosis.
Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat didiagnosis.
Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau imunofiksasi.
2) Radiologi
Gambaran foto x-ray dari multipel mieloma berupa lesi multipel, berbatas tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama.
Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan:
• Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan mieloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda radiologis satu-satunya pada mieloma multiple. Fraktur patologis sering dijumpai.
• Fraktur kompresi pada badan vertebra, tidak dapat dibedakan dengan osteoprosis senilis.
• Lesi-lesi litik “punch out” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
• Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa jaringan lunak.
• Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%, tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula 10%.
3) CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun, kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi.
4) MRI
MRI potensial digunakan pada multiple mieloma karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit mieloma berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.
Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola menyerupai mieloma.MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak spesifik.
Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple mieloma seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk menilai plasmasitosis.Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.
5) Angiografi
Gambaran angiografi tidak spesifik.Tumor dapat memiliki zona perifer dari peningkatan vaskularisasi.Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk mendiagnosis multipel mieloma.
2.7 Penatalaksanaan
1. Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
1) Pengobatan
Pengobatan khusus dan harus dilakukan di rumah sakit.Berbagai regimen pengobatannya bervariasi, karena banyak percobaan pengobatan yang masih terus berlangsung untuk menentukan pengobatan yang optimum.
• Obat-obatan kombinasi lebih baik daripada pengobatan tunggal.
• Jika dimungkinkan, maka pengobatan harus diusahakan dengan berobat jalan.
• Daya tahan tubuh penderita menurun karena sel leukemianya
2) Terapi
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
• Kemoterapi
a. Induksi Remisi.
Banyak obat yang dapat membuat remisi pada leukemia limfositik akut.Pada waktu remisi, penderita bebas dari symptom, darah tepi dan sumsum tulang normal secara sitologis, dan pembesaran organ menghilang.
Remisi dapat diinduksi dengan obat-obatan yang efeknya hebat tetapi terbatas. Remisi dapat dipertahankan dengan memberikan obat lain yang mempunyai kapasitas untuk tetap mempertahankan penderita bebas dari penyakit ini.
Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu suatu keadaan di mana gejala klinis menghilang, disertai blast sumsum tulang kurang dari 5%.Dengan pemeriksaan morfolik tidak dapat dijumpai sel leukemia dalam sumsum tulang dan darah tepi. (Bakta,I Made, 2007 : 131-133)
Biasanya 3 obat atau lebih diberikan pada pemberian secara berurutan yang tergantung pada regimen atau protocol yang berlaku. Beberapa rencana induksi meliputi: prednisone, vinkristin (Oncovin),daunorubisin (Daunomycin), dan L-asparaginase (Elspar).
Setelah 4 minggu pengobatan, 85-90% anak-anak dan lebih dari 50% orang dewasa dengan ALL dalam remisi komplit.Teniposude (VM-26) dan sitosin arabinosid (Ara-C) mungkin di gunakan untuk menginduksi remisi juka regimen awal gagal. (Gale, 2000 : 185)
b. Fase postremisi
Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama mungkin yang pada akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini dicapai dengan:
a) Kemoterapi lanjutan, terdiri atas:
• Terapi suportif
Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya dengan kemoterapi karena akan menentukan angka keberhasilan terapi. Kemoterapi intensif harus ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula, kalau tidak penderita dapat meninggal karena efek samping obat,.
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat. Terapi suportif yang diberikan adalah;
1) Terapi untuk mengatasi anemia
2) Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik terdiri atas Antibiotika adekuat, Transfusi konsentrat granulosit Perawatan khusus (isolasi) dan Hemopoitic growth factor (G-CSF atau GM-CSF)
3) Terapi untuk mengatasi perdarahan
4) Terapi untuk mengatasi hal-hal lain seperti pengelolaan leukostasis, pengelolaan sindrom lisis tumor
2. Leukimia Myeloblastik Akut (CML)
Terapi CML tergantung pada dari fase penyakit, yaitu:
1). Fase kronik, obat pilihannya meliputi:
• Busulpan (Myleran), dosis : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Obat dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut (Bakta, 2007).
• Kemoterapi Hydroxiurea bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dan mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi biasanya perlu diberikan seumur hidup (Hoffbrand, 2005) dan memerlukan pengaturan dosis lebih sering, tetapi efek samping minimal.
Dosis mulai dititrasi dari 500 mg – 2000 mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000 – 15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit dan bahaya, keganasan sekunder hampir tidak ada (Bakta, 2007).
• Inhibitor tirosin kinase. Obat ini sekarang sedang diteliti dalam percobaan klinis dan tampaknya hasilnya menjanjikan. Zat STI 571 adalah suatu inhibitor spesifik terhadap protein ABL yaitu tirosin kinase dan mampu menghasilkan respons hematologik yang lengkap pada hampir semua pasien yang berada dalam fase kronik dengan tingkat konversi sumsum tulang yang tinggi dari Ph+ menjadi Ph- (Hoffbrand, 2005).
• Interferon alfa biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh hidroksiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan remisi hetologik pada 80% kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya tercapai pada 5 – 10% kasus (Bakta, 2007;Hoffbrand, 2005).
2). Terapi fase akselerasi : sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.
3). Transplantasi sumsum tulang: memberikan harapan penyembuhan jangka panjang terutama untuk penderita yang berumur <40 tahun. Sekarang yang umum diberikan adalah allogeneic peripheral blood stem cell transplantation. Modus terapi ini merupakan satu – satunya yang dapat memberikan kesembuhan total.
4). Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi molekuler (targeted therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate (Gleevec) dapat menduduki ATP – binding site of abl oncogen sehingga menekan aktifitas tyrosine kinase sehingga menekan proliferasi seri myeloid (Bakta, 2007).
3. Multiple Myeloma
1) Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat yang ampuh untuk membunuh sel-sel kanker.Kemoterapi merupakan terapi sistemik, artinya beredar melalui aliran darah dan mempengaruhi hampir seluruh bagian tubuh.
Yang umum sebagian besar efek samping kemoterapi termasuk kelelahan, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, mual dan muntah, kehilangan selera makan, rambut rontok , luka di mulut dan saluran pencernaan, nyeri otot, dan mudah memar atau pendarahan. obat khusus mungkin berunding lainnya khusus efek samping.
2) Terapi radiasi
• Dalam myeloma, radiasi digunakan terutama untuk mengobati tumor yang lebih besar, atau untuk mencegah fraktur patologis dalam-dikompromikan tulang myeloma.
• Pada orang dengan penyakit yang luas, radiasi dapat diterapkan ke area yang lebih besar untuk membunuh beberapa situs myeloma.
• Radiasi dapat digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan gejala lain yang berhubungan dengan area kecil kerusakan parah terutama tulang.
3) Pengobatan ditujukan untuk:
1. Mencegah atau mengurangi gejala dan komplikasi
2. Menghancurkan sel plasma yang abnormal
3. Memperlambat perkembangan penyakit.
4) Penatalaksanaan yang bisa diberikan
1. Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada tulang yang terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
2. Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya harus bayak minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu mencegah dehidrasi, yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
3. Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan bisa mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah patah. Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat karena tulang-tulangnya rapuh.
4. Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, daerah kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.
5. Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau mendapatkan eritropoetin.
3.2 Pengkajian
Anamnesa:
1. Identitas
Nama : An. Bd
Usia : 7 tahun
JK : Laki-laki
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Jalan Ratu Jambi Cidolod
2. Keluhan Utama
An. Bd mengatakan sesak napas, demam, sakit kepala, lemah, nyeri tulang dan sendi.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Saat dilakukan pemeriksaan pada fisik An. Bd, CRT > 3 detik, konjungtiva anemis, akral dingin, BB turun, mual dan muntah. Selain itu, terdapat pembesaran limfa dan pembesaran hati.
4. Riwayat Penyakit dahulu: -
5. Riwayat Penyaki Keluarga: -
6. Riwayat Psikososial: -
3.3 Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath):
RR 37x/menit, sesak napas, menggunakan otot bantu pernapasan yaitu otot sternokleidomastoid.
B2 (Blood):
TD 80/50 mmHg, CRT >3detik, akral dingin, HR 80x/menit, Hb 6,7 gr/dl, leukosit 70.500 ml3, trombosit 44.000ml3
B3 (Brain): sakit kepala
B4 (Bladder): -
B5 (Bowel):
BB turun, mual, muntah, pembesaran limfa, pembesaran hati
B6 (Bone):
Nyeri tulang dan sendi
3.4 Analisis data
3.5 Diagnosis Keperawatan
3.6 Intervensi
Diagnosis Keperawatan I
Kriteria Hasil : RR 24x/menit, pasien tidak mengeluhkan sakit kepala, Hb normal, SaO2 > 95%, Hasil AGD menunjukkan nilai normal PO2 80-100, PCO2 35-45, pH 7-7,5.
Diagnosis Keperawatan II
Kriteria Hasil : Suhu Normal antara 36,6 C – 37,2 C, tanda-tanda infeksi berkurang atau hilang, kulit berwarna normal, turgor lentur, membrane mukosa lembab.
Diagnosis Keperawatan III
Kriteria Hasil : pasien menunjukkan nafsu makan meningkat, tidak adanya anoreksia, berat badan klien dalam keadaan stabil atau naik.
Leukemia myelocytic kronis (CML) menyumbang sekitar 3% dari semua kasus leukemia pada anak-anak. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, tetapi sebagian besar kasus terjadi pada akhir masa kanak-kanak.
Penyakit ini relatif lebih lambat dari leukima akut. Penyebabnya tidak diketahui. Pasien sering tanpa gejala dan ada jumlah leukosit yang tinggi atau splenomegali yang ditemukan pada pemeriksaan rutin anak-anak yang sehat. Namun, bisa ada gejala seperti demam, keringat malam, sakit perut atau nyeri tulang.
Pemeriksaan fisik menunjukkan splenomegali nyata. Hepatomegali juga bisa terjadi. Evaluasi laboratorium biasanya menunjukkan leukositosis, trombositus, dan anemia ringan. Sumsum tulang hiperseluler tetapi dengan maturasi mieloid normal.
Sel ledakan tidak sering ditemukan. Pada sekitar 90% kasus, tanda-tanda sitogenik khas pada leukemia myelocytic kronis yang terlihat adalah: kromosom lphiladelphia. Kromosom ini terkait dengan t klasik (9; 22).
Ada tiga jenis leukemia myelocytic kronis: fase kronis, fase dipercepat, dan krisis ledakan. Fase kronis dapat berlangsung selama bertahun-tahun dan menunjukkan hiperproliferasi elemen mieloid dewasa.
Pengobatan selama fase ini diindikasikan dengan cytoreduction untuk mengurangi risiko pengembangan leukositosis dan splenomegali masif. Hydroxyuria adalah bagian penting dari perawatan cytoredutif.
Seiring waktu, semua pasien akan memasuki fase dipercepat dan fase ledakan, mengalami leukemia yang nyata. Dalam sebagian besar keadaan, myeloblasts secara morfologis, tetapi transformasi limfoblas juga dapat terjadi.
Ketika fase ledakan dimulai, prognosisnya biasanya buruk. Transplantasi sumsum tulang (BMT) adalah satu-satunya terapi kuratif dan harus dilakukan ketika pasien masih dalam fase kronis. (M.william schawtz, 2005)
3. Multiple Myeloma
Multiple myeloma adalah kanker sel plasma di mana klon sel plasma abnormal berkembang biak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi abnormal, yang terakumulasi dalam darah atau urin.
Multiple myeloma (myelomatosis, myeloma plasma cells, Kahler's disease) adalah keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang, dan pembentukan paraprotein.
Myeloma menyebabkan gejala klinis dan tanda-tanda klinis melalui berbagai mekanisme. Tumor menghambat sumsum tulang dari memproduksi sel darah yang cukup. Ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan saluran pencernaan.
Meskipun myeloma masih belum dapat diobati, perkembangan terapi terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-obatan lain seperti bortezomib dan CC-5013, sangat menjanjikan. (McPhee, J. Stephen, Maxine A. Papadakis, Jr. Lawrence M. Tierney, 2008).
2.3 Etiologi
Kanker adalah jenis penyakit degeneratif yang disebabkan oleh pertumbuhan abnormal sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Selanjutnya, sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lain sehingga dapat menyebabkan kematian (Irawan, 2001).
Leukemia adalah suatu kondisi di mana ada pertumbuhan sel-sel induk yang tidak dapat dibalikkan dari darah. Pertumbuhan dimulai dari tempat sel berada. Sel-sel ini, dalam berbagai tahap akan membanjiri aliran darah sehingga sel-sel tertentu akan ditemukan dalam jumlah besar.
Sebagai akibat dari proliferasi sel abnormal akan terjadi kompetisi metabolisme yang akan menyebabkan anemia dan trombositopenia. Jika proliferasi sel terjadi di limpa, limpa akan membesar, sehingga hipersplenisme dapat terjadi yang kemudian menyebabkan memburuknya anemia dan trombositopenia (Supandiman, 1997).
Etiologi leukemia belum sepenuhnya dijelaskan. Banyak ahli menduga bahwa faktor-faktor infeksi memainkan peran utama dalam etiologi leukemia. Infeksi terjadi oleh suatu zat yang menyebabkan reaksi seperti infeksi oleh virus.
Mereka membuat dalil bahwa kelainan pada leukemia bukan penyakit primer tetapi merupakan bagian dari respon pertahanan sekunder tubuh terhadap infeksi. Respons defensif tubuh berbeda pada berbagai tingkat usia, jadi kita melihat bahwa leukemia limfoblastik akut banyak terdapat pada anak-anak, leukemia mieoblastik akut pada orang dewasa muda, leukemia granulocytic kronis pada dewasa muda dan lansia dan leukemia limfositik kronis dapat ditemukan pada semua orang dewasa muda. umur (Supandiman, 1997).
Peningkatan insiden leukemia pada orang yang terpapar radiasi sinar-X (terkena radiasi ledakan bom AOM, yang bisa berupa terapi radiologis dan radiologis). Diduga bahwa peningkatan insiden ini karena radiasi akan menurunkan resistensi terhadap zat penyebab leukemia (Supandiman, 1997).
Baca Juga: Askep Flu Burung Nanda Nic Noc TerbaruSelain faktor-faktor di atas, ada beberapa faktor yang menyebabkan leukemia akut, yaitu faktor genetik, lingkungan dan sosial ekonomi, toksisitas, status imunologis, dan kemungkinan terpapar kedua virus.
Obat-obatan yang dapat memicu leukemia akut adalah agen alkilasi, epindophy ilotoxin. Kondisi genetik yang memicu leukemia akut adalah sindrom Down, sindrom bloom, anemia fanconi, ataksia telangiectasia. Bahan kimia pemicu Leukemia adalah benzena. Kebiasaan hidup yang memicu leukemia adalah merokok, minum alkohol keduanya (Dipiro, et al, 2005).
2.4 Faktor Risiko Perkembangan Leukemia
Faktor risiko untuk leukemia antara lain adalah predisposisi genetik yang berhubungan dengan insiator (mutasi) yang diketahui atau tidak diketahui.
Saudara kandungan dari anak yang menderita leukemia memiliki kecerendungan 2 sampai 4 kali lipat untuk mengalami penyakit ini disbandingkan anak-anak lain. Kromosom abnormalitas kromosom tertentu, termasuk sindrom Down, memiliki resiko menderita leukemia.
Pajanan terhadap radiasi, beberapa jenis obat yang menekan sumsum tulang, dan berbagai obat kemoterapi telah dianggap meningkatkan risiko leukemia, agens-agens berbahaya di lingkungan juga di duga dapat menjadi factor risiko.
Riwayat penyakit sebelumnya yang berkaitan dengan hematopoies (pembentukan sel darah ) telah terbukti meningkatkan risiko leukehodgkin, myeloma multiple. Riwayat leukemia kronis meningkatkan risiko leukemia akut.
2.5 Patofisiologi
Sebuah sel induk majemuk berpotensi untuk mengalami diferensiasi, poliferasi dan maturasi untuk membentuk sel-sel darah matang yang dapat dilihat pada sirkulasi perifer.
Pathway Leukemia
2.6 Manifestasi Klinis
Selain presentasi klinis, laboratorium dan evaluasi patologi diperlukan untuk definitif diagnosis leukimia. Tes yang paling penting adalah sumsum tulang biopsi dan aspirasinya yang disampaikan kepada hematopathology untuk berbagai evaluasi.
Noda cytochemical sangat membantu untuk menentukan apakah leukimia akut adalah keturunan myeloid atau limfoid.
Umum:
Biasanya terjadi 1-3 bulan dengan gejala yang tidak jelas seperti kelelahan, kurangnya toleransi latihan, nyeri dada dan perasaan yang tidak enak.
Gejala:
Pasien melaporkan penurunan berat badan, malaise, kelelahan, dan palpitasi dan dyspnea saat beraktivitas. Gajala lain yang dapat muncul yaitu demam, menggigil, dan kerasnya sugestif infeksi, memar (perdarahan vagina yang berlebihan, epistaksis, ekimosis dan petechiae), nyeri tulang, kejang, sakit kepala, dan diplopia.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Diagnostik Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
Hitung darah lengkap dan diferensiasinya adalah indikasi utama bahwa leukemia tersebut mungkin timbul.Semua jenis leukemia tersebut didiagnosis dengan aspirasi dan biopsi sumsum tulang.
Contoh ini biasanya didapat dari tulang iliaka dengan pemberian anestesi lokal dan dapat juga diambil dari tulang sternum. (Gale, 2000 : 185)
Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik seperti:
1) Darah tepi
• Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan timbul cepat.
• Trombositopenia, sering sangat berat di bawah 10 x 106/l
• Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun.
• Menunjukkan adanya sel muda (mieloblast, promielosit, limfoblast, monoblast, erythroblast atau megakariosit) yang melebih 5% dari sel berinti pada darah tepi.
2) Sumsum tulang
Merupakan pemeriksaan yang sifatnya diagnostik.Ditemukan banyak sekali sel primitif.Sumsum tulang kadang-kadang mengaloblastik; dapat sukar untuk membedakannya dengan anemia aplastik.
Hiperseluler, hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya leukomic gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang, tanpa sel antara). System hemopoesis normal mengalami depresi.
Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam hitung 500 sel pada apusan sumsum tulang).
3) Pemeriksaan sitogenetik
Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan dalam diagnosis leukemia karena kelainan kromosom dapat dihubungkan dengan prognosis.
4) Pemeriksaan immunophenotyping
Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan klasifikasi imunologik leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk pemeriksaan surface marker guna membedakan jenis leukemia.
2. Pemeriksaan Diagnostik pada Kronik Leukimia Myeloblast (CML)
1) Darah Tepi
• Leukositosis biasanya berjumlah >50 x 109 /L dan kadang – kadang >500 x 109/L.
• Meningkatnya jumlah basofil dalam darah.
• Apusan darah tepi : menunjukkan spektrum lengkap seri granulosit mulai dari mieloblast sampai netrofil, dengan komponen paling menonjol ialah segmen netrofil dan mielosit. Stab, metamielosit, promielosit dan mieloblast juga dijumpai. Sel blast kurang dari 5%.
• Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih sering meningkat.
• Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase [NAP] score) selalu rendah
2) Sumsum Tulang.
Hiperseluler dengan sistem granulosit dominan.Gambarannya mirip dengan apusan darah tepi.Menunjukkan spectrum lengkap seri myeloid, dengan komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30%. Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat.
3) Sitogenik: dijumpai adanya Philadelphia (Ph1) chromosome pada kasus 95% kasus.
4) Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.
5) Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric protein bcr – abl pada 99% kasus.
6) Kadar asam urat serum meningkat.
Perubahan CML dari fase kronik ke fase transformasi akut ditandai oleh:
1) Timbulnya demam dan anemia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
2) Respons penurunan leukosit terhadap kemoterapi yang semula baik menjadi tidak adekuat.
3) Splenomegali membesar yang sebelumnya sudah mengecil.
4) Blast dalam sumsum tulang >10%.
Diangnosis CML dalam fase akselerasi menurut WHO:
1) Blast 10 – 19 % dari WBC pada darah tepi atau dari sel sumsum tulang berinti.
2) Basofil darah tepi > 20%.
3) Thrombositopenia persisten (<100 x 109/L) yang tidak dihubungkan dengan terapi, atau thrombositosis (>1000 x 109/L) yang tidak responsive pada terapi.
4) Peningkatan ukuran lien atau WBC yang tidak responsif pada terapi.
5) Bukti sitogenetik adanya evolusi klonal.
Diagnosis CML pada fase krisis blastik menurut WHO:
1) Blast >20% dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang berinti.
2) Proliferasi blast ekstrameduler.
3) Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsy sumsum tulang.
3. Pemeriksaan Diagnostik pada Multiple Myeloma
1) Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien yang terdiagnosis.
Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat didiagnosis.
Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau imunofiksasi.
2) Radiologi
Gambaran foto x-ray dari multipel mieloma berupa lesi multipel, berbatas tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama.
Baca Juga: Askep Pielonefritis Nanda Nic Noc TerbaruLesi lokal ini umumnya berawal di rongga medulla , mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien mieloma, dengan sedikit pengecualian, mengalami demineralisasi difus.Pada beberapa pasien, ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi.
Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan:
• Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan mieloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda radiologis satu-satunya pada mieloma multiple. Fraktur patologis sering dijumpai.
• Fraktur kompresi pada badan vertebra, tidak dapat dibedakan dengan osteoprosis senilis.
• Lesi-lesi litik “punch out” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
• Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa jaringan lunak.
• Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%, tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula 10%.
3) CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun, kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi.
4) MRI
MRI potensial digunakan pada multiple mieloma karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit mieloma berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.
Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola menyerupai mieloma.MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak spesifik.
Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple mieloma seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk menilai plasmasitosis.Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.
5) Angiografi
Gambaran angiografi tidak spesifik.Tumor dapat memiliki zona perifer dari peningkatan vaskularisasi.Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk mendiagnosis multipel mieloma.
2.7 Penatalaksanaan
1. Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)
1) Pengobatan
Pengobatan khusus dan harus dilakukan di rumah sakit.Berbagai regimen pengobatannya bervariasi, karena banyak percobaan pengobatan yang masih terus berlangsung untuk menentukan pengobatan yang optimum.
• Obat-obatan kombinasi lebih baik daripada pengobatan tunggal.
• Jika dimungkinkan, maka pengobatan harus diusahakan dengan berobat jalan.
• Daya tahan tubuh penderita menurun karena sel leukemianya
2) Terapi
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
• Kemoterapi
a. Induksi Remisi.
Banyak obat yang dapat membuat remisi pada leukemia limfositik akut.Pada waktu remisi, penderita bebas dari symptom, darah tepi dan sumsum tulang normal secara sitologis, dan pembesaran organ menghilang.
Remisi dapat diinduksi dengan obat-obatan yang efeknya hebat tetapi terbatas. Remisi dapat dipertahankan dengan memberikan obat lain yang mempunyai kapasitas untuk tetap mempertahankan penderita bebas dari penyakit ini.
Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu suatu keadaan di mana gejala klinis menghilang, disertai blast sumsum tulang kurang dari 5%.Dengan pemeriksaan morfolik tidak dapat dijumpai sel leukemia dalam sumsum tulang dan darah tepi. (Bakta,I Made, 2007 : 131-133)
Biasanya 3 obat atau lebih diberikan pada pemberian secara berurutan yang tergantung pada regimen atau protocol yang berlaku. Beberapa rencana induksi meliputi: prednisone, vinkristin (Oncovin),daunorubisin (Daunomycin), dan L-asparaginase (Elspar).
Baca Juga: Askep Ileus Obstruktif Nanda Nic Noc TerbaruObat-obatan lain yang mungkin dimasukan pada pengobatan awal adalah 6-merkaptopurin (Purinethol) dan Metotreksat (Mexate).Allopurinol diberikan secara oral dalam dengan gabungan kemoterapi untuk mencegah hiperurisemia dan potensial adanya kerusakan ginjal.
Setelah 4 minggu pengobatan, 85-90% anak-anak dan lebih dari 50% orang dewasa dengan ALL dalam remisi komplit.Teniposude (VM-26) dan sitosin arabinosid (Ara-C) mungkin di gunakan untuk menginduksi remisi juka regimen awal gagal. (Gale, 2000 : 185)
b. Fase postremisi
Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama mungkin yang pada akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini dicapai dengan:
a) Kemoterapi lanjutan, terdiri atas:
- Terapi konsolidasi
- Terapi pemeliharaan (maintenance)
- Late intensification
• Terapi suportif
Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya dengan kemoterapi karena akan menentukan angka keberhasilan terapi. Kemoterapi intensif harus ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula, kalau tidak penderita dapat meninggal karena efek samping obat,.
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat. Terapi suportif yang diberikan adalah;
1) Terapi untuk mengatasi anemia
2) Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik terdiri atas Antibiotika adekuat, Transfusi konsentrat granulosit Perawatan khusus (isolasi) dan Hemopoitic growth factor (G-CSF atau GM-CSF)
3) Terapi untuk mengatasi perdarahan
4) Terapi untuk mengatasi hal-hal lain seperti pengelolaan leukostasis, pengelolaan sindrom lisis tumor
2. Leukimia Myeloblastik Akut (CML)
Terapi CML tergantung pada dari fase penyakit, yaitu:
1). Fase kronik, obat pilihannya meliputi:
• Busulpan (Myleran), dosis : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Obat dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut (Bakta, 2007).
• Kemoterapi Hydroxiurea bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dan mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi biasanya perlu diberikan seumur hidup (Hoffbrand, 2005) dan memerlukan pengaturan dosis lebih sering, tetapi efek samping minimal.
Dosis mulai dititrasi dari 500 mg – 2000 mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000 – 15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit dan bahaya, keganasan sekunder hampir tidak ada (Bakta, 2007).
• Inhibitor tirosin kinase. Obat ini sekarang sedang diteliti dalam percobaan klinis dan tampaknya hasilnya menjanjikan. Zat STI 571 adalah suatu inhibitor spesifik terhadap protein ABL yaitu tirosin kinase dan mampu menghasilkan respons hematologik yang lengkap pada hampir semua pasien yang berada dalam fase kronik dengan tingkat konversi sumsum tulang yang tinggi dari Ph+ menjadi Ph- (Hoffbrand, 2005).
• Interferon alfa biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh hidroksiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan remisi hetologik pada 80% kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya tercapai pada 5 – 10% kasus (Bakta, 2007;Hoffbrand, 2005).
2). Terapi fase akselerasi : sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.
3). Transplantasi sumsum tulang: memberikan harapan penyembuhan jangka panjang terutama untuk penderita yang berumur <40 tahun. Sekarang yang umum diberikan adalah allogeneic peripheral blood stem cell transplantation. Modus terapi ini merupakan satu – satunya yang dapat memberikan kesembuhan total.
4). Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi molekuler (targeted therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate (Gleevec) dapat menduduki ATP – binding site of abl oncogen sehingga menekan aktifitas tyrosine kinase sehingga menekan proliferasi seri myeloid (Bakta, 2007).
3. Multiple Myeloma
1) Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat yang ampuh untuk membunuh sel-sel kanker.Kemoterapi merupakan terapi sistemik, artinya beredar melalui aliran darah dan mempengaruhi hampir seluruh bagian tubuh.
Yang umum sebagian besar efek samping kemoterapi termasuk kelelahan, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, mual dan muntah, kehilangan selera makan, rambut rontok , luka di mulut dan saluran pencernaan, nyeri otot, dan mudah memar atau pendarahan. obat khusus mungkin berunding lainnya khusus efek samping.
2) Terapi radiasi
• Dalam myeloma, radiasi digunakan terutama untuk mengobati tumor yang lebih besar, atau untuk mencegah fraktur patologis dalam-dikompromikan tulang myeloma.
• Pada orang dengan penyakit yang luas, radiasi dapat diterapkan ke area yang lebih besar untuk membunuh beberapa situs myeloma.
• Radiasi dapat digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan gejala lain yang berhubungan dengan area kecil kerusakan parah terutama tulang.
3) Pengobatan ditujukan untuk:
1. Mencegah atau mengurangi gejala dan komplikasi
2. Menghancurkan sel plasma yang abnormal
3. Memperlambat perkembangan penyakit.
4) Penatalaksanaan yang bisa diberikan
1. Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada tulang yang terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
2. Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya harus bayak minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu mencegah dehidrasi, yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
3. Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan bisa mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah patah. Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat karena tulang-tulangnya rapuh.
4. Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, daerah kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.
5. Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau mendapatkan eritropoetin.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus Semu
An. Budi usia 7 tahun, agama Islam, alamat tinggal jln. Ratu Jambi Cidolod, kelas 2 SD, masuk rumah sakit tanggal 8/11/2011. Klien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas, demam, sakit kepala, lemah, nyeri tulang dan sendi.
Saat pemeriksaan fisik didapatkan: menggunakan otot bantu nafas, CRT > 3 detik, , konjungtiva anemis, akral dingin, BB klien turun dari 25 kg menjadi 22 kg, mual (+) dan muntah (+). Selain itu terdapat pembesaran limfa (splenomegali) dan hati (hepatomegali).
Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh : TD : 80/50 mmHg, N : 80x/menit, RR : 34 x/menit , S : 38,60C. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil lab : Hb: 6,7 gr/dl, leukosit: 70.500 ml3, trombosit: 44.000 ml.
Anamnesa:
1. Identitas
Nama : An. Bd
Usia : 7 tahun
JK : Laki-laki
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Jalan Ratu Jambi Cidolod
2. Keluhan Utama
An. Bd mengatakan sesak napas, demam, sakit kepala, lemah, nyeri tulang dan sendi.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Saat dilakukan pemeriksaan pada fisik An. Bd, CRT > 3 detik, konjungtiva anemis, akral dingin, BB turun, mual dan muntah. Selain itu, terdapat pembesaran limfa dan pembesaran hati.
4. Riwayat Penyakit dahulu: -
5. Riwayat Penyaki Keluarga: -
6. Riwayat Psikososial: -
3.3 Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath):
RR 37x/menit, sesak napas, menggunakan otot bantu pernapasan yaitu otot sternokleidomastoid.
B2 (Blood):
TD 80/50 mmHg, CRT >3detik, akral dingin, HR 80x/menit, Hb 6,7 gr/dl, leukosit 70.500 ml3, trombosit 44.000ml3
B3 (Brain): sakit kepala
B4 (Bladder): -
B5 (Bowel):
BB turun, mual, muntah, pembesaran limfa, pembesaran hati
B6 (Bone):
Nyeri tulang dan sendi
3.4 Analisis data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
Keperawatan
|
1.
|
DS :
Sesak nafas
Sakit
kepala
DO:
RR 19 x/menit
(takipnea)
HR
80x/menit
CRT >3
detik
Akral
dingin
Hb 6,7
gr/dl
SaO2 90%
AGD
menunjukkan hasil:
Asidosis
respiratorik
|
Faktor
eksternal (agent, obat-obatan, radiasi)
↓
Menyebabkan
sel tumbuh melebihi normal dan ganas
↓
Sel muda
yang seharusnya membentuk limfosit berubah ganas
↓
Muncul sel
kanker
↓
Menghasilkan
leukosit yang imatur lebih banyak
↓
Leukosit
imatur menyusup ke sumsum tulang
↓
Limfosit
imatur berproliferasi di sumsum tulang belakang dan sel perifer
↓
Mengganggu
perkembangan sel normal
↓
Haemopoesis
normal terhambat
↓
Penurunan
produksi eritrosit
↓
Hemoglobin
menurun
↓
Pengangkutan
O2 oleh darah menurun
↓
Oksigen
tidak terdistribusi dengan baik
↓
Gangguan
pertukaran gas
|
Gangguan
pertukaran gas
|
2.
|
DS :
Merasa
badannya panas
DO :
Suhu
38,60˚C
Demam
Turgor
kulit menurun
Membrane
mukosa kering
Kulit merah
Kulit
teraba hangat
Leukosit
70.500 ml3
|
F aktor
eksternal (agent, obat-obatan, radiasi)
↓
Menyebabkan
sel tumbuh melebihi normal dan ganas
↓
Sel muda
yang seharusnya membentuk limfosit berubah ganas
↓
Muncul sel
kanker
↓
Menghasilkan
leukosit yang imatur lebih banyak
↓
Leukosit
imatur menyusup ke sumsum tulang
↓
Limfosit
imatur berproliferasi di sumsum tulang belakang dan sel perifer
↓
Mengganggu
perkembangan sel normal
↓
Haemopoesis
normal terhambat
↓
Penurunan
produksi leukosit
↓
Mempengaruhi
system retikulo endothelial
↓
Gangguan
pertahanan tubuh
↓
Infeksi
↓
Peningkatan
laju metabolism
↓
Hipertermi
|
Hipertermi
|
3.
|
DS :
Mual
Muntah
DO :
BB turun
yang semua 25 kg menjadi 22 kg
Pembesaran
limfa
Pembesaran
hati
Penurunan
turgor kulit
Membrane
mukosa kering
Kelemahan
Hb: 6,7
gr/dl
leukosit:70.500
ml3
trombosit:
44.000 ml.
|
Faktor
eksternal (agent, obat-obatan, radiasi)
↓
Menyebabkan
sel tumbuh melebihi normal dan ganas
↓
Sel muda
yang seharusnya membentuk limfosit berubah ganas
↓
Muncul sel
kanker
↓
Menghasilkan
leukosit yang imatur lebih banyak
↓
Leukosit
imatur menyusup ke sumsum tulang
↓
Limfosit
imatur berproliferasi di sumsum tulang belakang dan sel perifer
↓
Mengganggu
perkembangan sel normal
↓
Haemopoesis
normal terhambat
↓
Penurunan
produksi eritrosit
↓
Anemia
↓
Nutrisi
tidak terdistribusi dengan baik
↓
Lemah,
nafsu makan menurun
↓
Nutrisi
kurang dari kebutuhan
|
Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
3.5 Diagnosis Keperawatan
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan oksigen tidak dapat terdistribusi dengan baik.
- Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
- Resiko gangguan nutrisi kutrang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, dan muntah.
3.6 Intervensi
Diagnosis Keperawatan I
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan oksigen tidak terdistribusi dengan baik
Kriteria Hasil : RR 24x/menit, pasien tidak mengeluhkan sakit kepala, Hb normal, SaO2 > 95%, Hasil AGD menunjukkan nilai normal PO2 80-100, PCO2 35-45, pH 7-7,5.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Atur posisi
klien semifowler
|
Posisi
fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas.
|
Berikan
oksigen dan pantau efektifitasnya
|
Terapi
oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan ventilasi
paru.
|
Tingkatkan
pola pernapasan yang optimal dalam memaksimalkan pertukaran oksigen dan
karbondioksida dalam paru
|
Mengoptimalkan
pertukaran gas alveoli dengan pembuluh darah
|
Tingkatkan
bedrest, batasi aktivitas dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari-hari
sesuai keadaan pasien.
|
Menurunkan
konsumsi oksigen selama periode penurunan pernapasan dan dapat menurunkan
beratnya gejala
|
Ajarkan
breathing exercise
|
Meredakan
pola nafas yang tidak teratur
|
Berikan
obat antiaritmia, jika perlu
|
Memberikan
perawatan dengan memberikan bantuan farmakologi yang dapat menunjang proses
perawatan
|
Diagnosis Keperawatan II
- Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Kriteria Hasil : Suhu Normal antara 36,6 C – 37,2 C, tanda-tanda infeksi berkurang atau hilang, kulit berwarna normal, turgor lentur, membrane mukosa lembab.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Monitor
tanda-tanda vital, mengumpulkan dan menganalisis dara kardiovaskular
pernapasan dan suhu tubuh.
|
Untuk
menentukan tindakan dan mencegah komplikasi pada pasien.
|
Kompres
menggunakan waslab dingin( atau kantong es yang dibalut dengan kain) di aksila,
kening, tengkuk, dan lipatan paha.
|
Konduksi
suhu membantu menurunkan suhu tubuh yang memungkinkan pelepasan panas secara
konduksi dan evaporasi.
|
Anjurkan
menggunakan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien d
engan
selimut saja
|
Pakaian
yang minimal akan membantu mengurangi pengupan tubuh.
|
Anjurkan
asupan cairan oral, sedikitnya 2 L per/hari, dengan tambahan cairan selama
aktivitas yang berlebihan atau aktivitas sedang dalam cuaca panas.
|
Peningkatan
suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat, sehingga perlu
diimbangi dengan intake cairan yang banyak.
|
Pantau suhu
dan warna kulit minimal setiap 2 jam, sesuai dengan kebutuhan.
|
Untuk
mengetahui adanya perubahan yang terjadi pada pasien
|
Aktivitas
kolaboratif:
Berikan
obat antipiretik, jika perlu
|
Memberikan
perawatan dengan memberikan bantuan farmakologi yang dapat menunjang proses
perawatan
|
Diagnosis Keperawatan III
- Resiko Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah,
Kriteria Hasil : pasien menunjukkan nafsu makan meningkat, tidak adanya anoreksia, berat badan klien dalam keadaan stabil atau naik.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Identifikasi
faktor pencetus mual dan muntah
|
Mengetahui
faktor yang menyebaabkan mual dan muntah.
|
Sajikan
makanan dengan tampilan menarik yang berprotein/ kalori sangat tinggi yang
disajikan pada saat individu ingin makan
|
Meningkatkan
nafsu makan anak agar kebutuhan nutrisi tercukupi atau terpenuhi dan
mendukung proses metabolic pasien yang berisiko tinggi terhadap malnutrisi
|
Berikan
porsi makan porsi kecil tapi sering (enak kali per hari ditambah dengaan
makanan kecil)
|
Untuk
mengurangi perasaan tegang pada lambung sehingga diberikan makanan sedikit
tapi sering.
|
Pantau
kebutuhan cairan dan elektrolit klien
|
Mencegah
terjadinya kekurangan cairan dan elektrolit pada klien
|
Kolaborasi
dengan ahli gizi dalam memnutukan protein pasien yang mengalami
ketidakadekuatan asupan protein
|
Bekerjasama
dalam pemberian nutrisi pasien agar adekuat dan tepat.
|
BAB IV
PENUTUP
5.1 SimpulanLeukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain.
Leukemia juga digambarkan berdasarkan jenis sel yang berproliferasi. Sebagai contoh, leukemia limfoblastik akut, merupakan leukemia yang paling sering di jumpai pada anak, menggambarkan kanker dari turunan sel limfosit primitive. Leukemia granulostik adalah leukemia eosinofil, neutrofil, atau basofil.
Baca Juga: Asuhan Keperawatan Kusta Nanda Nic Noc TerbaruLeukemia pada orang dewasa biasanya limfositik kronis atau mielobastik akut. Angka kelangsungan hidup jangka panjang untuk leukemia bergantung pada jenis sel yang terlibat, tetapi berkisar sampai lebih dari 75% untuk leukemia limfositik akut pada masa kanak-kanak, merupakan angka statistic yang luar biasa karena penyakit ini hamper brsifat fatal. Obat yang dapat memicu terjadinya leukimia akut yaitu agen pengalkilasi, epindophy ilotoxin.
Kondisi genetik yang memicu leukimia akut yaitu Down sindrom, bloom sydrom, fanconi anemia, ataxia telangiectasia. Bahan kimia pemicu leukimia yaitu benzen. Kebiasaan hidup yang memicu leukimia yaitu merokok, minum alkohol keduanya.
Sebagai salah satu tenaga kesehatan, khususnya perawat yang sering bersama dengan pasien tentunya harus mampu untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sel darah putih (leukemia).
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan dari pasien dengan gangguan sel darah putih adalah gangguan pertukaran gas, hipertermi dan resiko ketidak adekuatan nutrisi. Oleh karena itu sebagai seorang perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan untuk mengembalikan kondisi pasien ke keadaan yang lebih baik.
5.2 Saran
1. Makalah ini adalah makalah yang membahas tentang asuhan keperawatan pasien dengan Leukemia, sehingga diharapkan bermanfaat bagi pembaca yang membutuhkan.
2. Makalah ini belum memenuhi kesempurnaan, oleh karena itu dibutuhkan perbaikan makalah ini agar lebih baik dan lengkap.
3. Setelah membaca makalah ini, pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan Leukemia.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily. 2002. Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Beda. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).Betz, Cecily. 2002. Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC : Jakarta.
Marilyn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler.2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Reeves, Charlene J et al. 2001.Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika.
Sacher, Ronald A., Rochard A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil pemeriksaan laboratorium. Jakarta. EGC.
Schwartz, M.Willam. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. 2002. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson, Judith. M, Nancy R. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan (Nanda, NIC,NOC). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
0 Response to "Askep Leukemia Nanda Nic Noc Terbaru"
Post a Comment