Asuhan Keperawatan TB Paru Nanda Nic Noc Terbaru
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia karena angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis ini tinggi. Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas TB.
Indonesia sendiri menempati peringkat ke-3 setelah India dan Cina yang menjadi negara dengan kasus TB tertinggi. Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009, 1,7 juta orang meninggal karena TB (600.000 diantaranya perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus baru TB (3,3 juta diantaranya perempuan) (Depkes, 2011).
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang gambaran asuhan keperawatan dengan TB Paru dan mampu mengaplikasikannya pada penderita TB Paru.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melaksanakan pengkajian keperawatan pada pasien dengan TB Paru.
b. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan TB Paru.
c. Dapat menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan TB Paru.
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan TB Paru.
e. Dapat mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru.
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi pada paru-paru dan kadang pada struktur-struktur disekitarnya, yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosis (Saputra, 2010).
Sedangkan menurut Rubenstein, dkk (2007), Tuberkulosis (TB) adalah infeksi batang tahan asam-alkohol (acid-alcoholfast bacillus/AAFB) Mycrobacterium tuberkulosis terutama mengenai paru, kelenjar getah bening, dan usus.
B. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah mycrobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um (Amin dan Asril, 2007).
C. TANDA DAN GEJALA
1. Demam
2. Batuk/batuk berdahak
3. Sesak napas
4. Nyeri dada
5. Malaise (Tierney, 2002)
D. PATOFISIOLOGI
Virus masuk melalui saluran pernapasan dan berada pada alveolus. Basil ini langsung membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit memfagosit bakteri namun tdak membunuh, sesudah hari-hari pertama leukosit diganti dengan makrofag.
Alveoli yang terserang mengalami konsolidasi. Makrofag yeng mengadakan infiltrasi bersatu menjadi sel tuberkel epiteloid.
Jaringan mengalami nekrosis keseosa dan jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa dan membentuk jaringan parut kolagenosa, Respon radang lainnya adalah pelepasan bahan tuberkel ke trakeobronkiale sehingga menyebabkan penumpukan sekret.
Tuberkulosis sekunder muncul bila kuman yang dormant aktif kembali dikarenakan imunitas yang menurun (Price dan Lorraine, 2007; Amin dan Asril, 2007).
E. PATHWAY TB PARU
ASUHAN KEPERAWATAN TB PARU Nanda Nic Noc
I. Indentitas
Identitas pasien
Nama : Tn. J
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Status : menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : swasta
Alamat : Kwaon Rt 7 / Rw IV, Jemawan, Jatinom, Klaten
Catatan masuk rumah sakit :
Tanggal masuk : 30 April 2012,
Nomor RM : 393188
Ruang : Cempaka III
Diagnosa medis : TB Paru.
II. Analisa Data
NO DX
|
DATA
|
ETIOLOGI
|
PROBLEM / DIAGNOAS KEP
|
1
|
DS : Pasien mengatakan batuk berdahak,
pasien mengatakan sesak napas
DO : napas pendek,auskultasi :
creakles pada percabangan bronkus, TTV: TD : 110/70 mmHg, S : 36 C, N : 84 x/menit, RR : 28 x/menit, sekret
kental
|
Penumpukan sekret,
sekret kental
|
Bersihan jalan napas
tidak efektif
|
2.
|
DS : pasien mengatakan nyeri pada dada
saat batuk. Pengkajian nyeri : P : batuk menetap Q : menusuk, R : dada, S :
5, T : timbul kadang-kadang saat batuk
DO : pasien meringis kesakitan, BTA
positif. TTV: TD : 110/70 mmHg, S :
36 C, N : 84 x/menit, RR : 28 x/menit
|
Inflamasi paru, batuk
menetap
|
Nyeri akut
|
3
|
DS : pasien mengatakan sering kontak
dengan orang lain. Pasien mengatakan saat batuk di depan orang tidak menutup
mulut dan membuang dahak pada plastik yang ditali dan dibuang di tempat sampah.
DO : pasien sering batuk di depan
orang lain tanpa menutup mulut
|
. BTA positif
Adanya infeksi kuman
tuberkulosis
|
Risiko tinggi
penyebaran infeksi
|
4
|
DS : pasien mengatakan tidur tidak
nyenyak dan sering terbangun karena batuk, pasien mengatakan batuk berdahak,
pasien mengatakan sesak napas, pasien tidur ± 6-7 jam sehari dan tidur siang
± 1-2 jam
DO : kantong mata bawah hitam,
konjungtiva anemis
|
Sesak napas dan batuk
|
Gangguan pola tidur
|
5
|
DS : pasien mengataka badannya lemas,
pasien mengatakan kepalanya pusing, pasien mengatakan sesak napas
DO : pasien hanya ditempat tidur dan
saat beraktivitas dibantu oleh keluarga, RR = 28 x/menit, Hb = 11,1 g/dl
|
Keletihan dan
inadekuat oksigen untuk beraktivitas
|
Intoleransi aktivitas
|
III. PEMBAHASAN INTERVENSI
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret, sekret kental.
Diagnosa ini penulis tegakkan sebab ditemukan data subjektif : pasien mengatakan batuk berdahak, pasien mengatakan sesak napas. Objektif : auskultasi : creakles pada percabangan bronkus, TTV : TD : 110/70 mmHg, S : 36 C, N : 84 x/menit, RR : 28 x/menit, sekret kental.
Berdasarkan data-data yang diperoleh dan diagnosa, penulis menyusun intervensi sebagai berikut :
- kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, kedalaman, penggunaan otot asseroris).
- Catat kemampuan untuk mengeluarkan mulkosa/batuk efektif.
- Berikan pasien posisi semi/fowler tinggi, ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan.
- Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi, anjurkan pasien minum air putih hangat banyak.
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.
Dalam pelaksanaannya tidak semua intervensi dilakukan, bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan tidak dilakukan karena pasien sudah mampu mengeluarkan sekret dengan nafas dalam dan batuk efektif.
Dari hasil evaluasi penulis, masalah bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret, sekret kental hanya dapat teratasi sebagian dalam waktu 3 x 24 jam.
Terbukti dengan data subjektif pasien mengatakan masih batuk dan sesak napas berkurang, dan objektif pasien bernapas menggunakan otot bantu pernapasan leher, napas dangkal cepat, suara napas creakles pada percabangan bronkus, RR : 28 x/menit.
Dibandingkan dengan kriteria hasil mempertahankan jalan napas pasien, pasien dapat mengeluarkan sekret dengan batuk efektif, pasien menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan bersihan jalan napas, sesak napas berkurang, batuk berkurang.
2. Nyeri berhubungan dengan batuk menetap dan inflamasi paru.
Diagnosa ini penulis tegakkan sebab ditemukan data subjektif : pasien mengatakan nyeri pada dada saat batuk, pengkajian nyeri : P : batuk menetap, Q : menusuk, R : dada, S : 5, T : timbul kadang-kadang saat batuk. Objektif : pasien meringis kesakitan, TTV : TD : 130/80 mmHg, S : 36,3 C, N : 74 x/menit, RR : 28 x/menit.
BTA positif Intervensi berikut penulis susun berdasarkan data dalam pengkajian yang menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri akut, adapun intervensinya sebagai berikut :
- observasi karakteristik nyeri (PQRST).
- Observasi TTV. Beri posisi yang nyaman .
- Ajarkan teknik relaksasi napas dalam.
- Anjurkan pasien menekan dada saat batuk.
- Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi.
Dalam pelaksanaannya semua intervensi telah dilakukan selama tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam. Namun implementasi memberikan lingkungan yang nyaman dan tenang kurang begitu efektif, dikarenakan kondisi ruangan kelas 3 yang penuh dengan pasien dan keluarga yang lain dan letak tempat tidur yang berdekatan serta pengunjung yang banyak berdatangan.
Dari hasil evaluasi penulis, didapatkan masalah nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru dan batuk menetap dapat teratasi dalam waktu 3 x 24 jam.
Terbukti dengan data pasien mengatakan nyeri sudah berkurang dan mampu mengontrol nyeri, pasien relaks, pengkajian nyeri : P = batuk menetap, Q = menusuk, R = dada, S = 3, T = timbul kadang-kadang saat batuk, TTV : TD :130/80mmHg, S : 36,3 C, RR : 28 x/menit, N : 74 x/menit, dibandingkan dengan kriteria hasil yaitu menyatakan nyeri berkurang dan terkontrol, pasien tampak rileks, skala nyeri 3.
3. Risiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman tuberkulosis.
Diagnosa ini penulis tegakkan sebab ditemukan data subjektif : pasien mengatakan sering kontak dengan orang lain, pasien mengatakan batuk di depan orang lain tanpa menutup mulut, pasien mengatakan membuang dahak pada plastik yang ditali dan dibuang di tempat sampah.
Objektif : pasien sering batuk di depan orang lain tanpa menutup mulut. BTA positif. Berdasarkan data-data yang diperoleh dan diagnosa,
Penulis menyusun intervensi sebagai berikut :
- kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa. Identifikasi orang lain yang berisiko, contoh : anggota rumah, sahabat karib dan tetangga.
- Observasi TTV.
- Anjurkan pasien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan dahak pada tisu dan membuang dahak si tempat tertutup, menghindari meludah sembarangan dan cuci tangan yang tepat.
- Tekankan pentingnya tidak menghentikan obat. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi dengan rasional untuk mempercepat penyembuhan infeksi.
Dalam pelaksanaannya semua intervensi telah dilakukan selama tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam. Namun Identifikasi orang lain yang berisiko, contoh : anggota rumah, sahabat karib dan tetangga kurang begitu terlaksana dengan baik, dikarenakan kurangnya kesadaran keluarga untuk memeriksakan diri terkait penularan TB Paru walaupun sudah mengerti tentang penularan TB Paru dan tidak adanya tindakan isolasi bagi pasien TB Paru.
Dari hasil evaluasi penulis, masalah risiko tinggi penyebaran infeksi hanya dapat teratasi sebagian dalam waktu 3 x 24 jam.
Terbukti dengan data pasien mengatakan pasien mengatakan sudah menutup mulut saat batuk/bersin, membuang dahak di tempat tertutup, menghindari meludah sembarangan dan cuci tangan tepat, tidak ada anggota keluarga, orang dekat yang mempunyai gejala sama dengan pasien, TTV : TD : 130/80 mmHg, S : 36,3 C, N : 74 x/menit, RR : 28 x/menit, yang dibandingkan dengan kriteria hasil yaitu mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko penyebaran infeksi, menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak napas dan batuk menetap.
Diagnosa ini penulis tegakkan sebab ditemukan data subjektif : pasien mengatakan tidur tidak nyenyak dan sering terbangun karena batuk, pasien mengatakan batuk berdahak, pasien mengatakan sesak napas, pasien mengatakan kurang puas saat tidur dan pasien tidur ± 6-7 jam sehari dan tidur siang ± 1-2 jam.
Objektif : kantong mata bawah hitam, konjungtiva anemis. Berdasarkan data-data yang diperoleh dan diagnosa, penulis menyusun intervensi sebagai berikut :
- observasi pola tidur pasien dan TTV.
- Identifikasi faktor yang mempengaruhi masalah tidur.
- Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang.
- Berikan posisi yang nyaman.
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.
Dalam pelaksanaannya semua implementasi sesuai dengan intervensi, dan semua intervensi telah dilakukan selama tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.
Namun implementasi memberikan lingkungan yang nyaman dan tenang kurang begitu efektif, dikarenakan kondisi ruangan kelas 3 yang penuh dengan pasien dan keluarga yang lain dan letak tempat tidur yang berdekatan serta pengunjung yang banyak berdatangan. Dari hasil evaluasi penulis, masalah gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak napas dan batuk teratasi dalam waktu 3 x 24 jam.
Hal ini terbukti dengan data pasien mengatakan tidurnya sudah nyenyak dan sedikit bangun karena batuk, pasien tidur ± 7-8 jam pada malam hari, ± 1 jam siang hari, TTV : TD : 130/80 mmHg, S : 36,3 C, N : 74 x/menit, RR : 28 x/menit, yang dibandingkan dengan kriteria hasil yaitu pasien mampu tidur tanpa gangguan, TTV normal, kebutuhan tidur terpenuhi minimal 8 jam.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigen untuk beraktivitas.
Diagnosa ini penulis tegakkan sebab ditemukan data subjektif : pasien mengatakan badannya lemas, pasien mengatakan kepalanya pusing, Pasien mengatakan sesak napas.
Objektif : pasien hanya ditempat tidur dan saat beraktivitas dibantu oleh keluarga, RR = 28 x/menit, Hb = 11,1 g/dl. Berdasarkan data-data yang diperoleh dan diagnosa, penulis menyusun intervensi sebagai berikut :
- observasi respon pasien terhadap aktivitas.
- Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan.
- Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
- Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatandan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
- Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
- Anjurkan keluarga untuk membantu pasien saat beraktivitas.
- Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
- Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.
Dalam pelaksanaannya semua intervensi telah dilakukan selama tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam. Namun pada intervensi menciptakan lingkungan yang nyaman kurang begitu terlaksanakan dikarenakan lingkungan yang ramai oleh keluarga pasien dan pengunjung yang berdatangan. Dari hasil evaluasi penulis, masalah intoleransi aktivitas hanya dapat teratasi sebagian dalam waktu 3 x 24 jam.
Terbukti dengan data pasien mengatakan masih lemes dan hanya mampu beraktivitas sedikit, pasien masih dibantu jika beraktivitas, RR : 28 x/menit yang dibandingkan dengan kriteria hasil melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital normal.
Di dalam kasus ini terdapat 2 diagnosa yang ada dalam teori tapi tidak muncul dalam kasus, yaitu : gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan pertukaran gas. Hal ini dikarenakan hal ini kurang ditemukannya data pengkajian yang mendukung ditegakkannya diagnosa tersebut.
KESIMPULAN dan SARAN
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. J selama tiga hari dan melakukan pengkajian kembali baik secara teoritis maupun secara tinjauan kasus didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian dilakukan dengan dua metode yaitu pola Gordon dan head to toe yang mendukung ditegakkannya diagnosa.
2. Setelah dilakukan pengkajian dan analisa kasus muncul lima diagnosa pada pasien yaitu bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret dan sekret kental, nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru dan batuk menetap, risiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman tuberkulosis.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak napas dan batuk, intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigen untuk beraktivitas Semua diagnosa yang muncul dalam kasus sesuai dengan teori.
3. Intervensi yang disusun penulis berdasarkan pada data yang muncul dalam pengkajian yang sesuai untuk menegakkan diagnosa. Selain itu sejalan dengan teori dalam tinjauan keperawatan.
4. Implementasi yang dilakukan sudah sesuai dengan intervensi dalam teori. Namun terdapat beberapa intervensi yang tidak dapat dilakukan dikarenakan keterbatasan fasilitas dan kebijakan dari rumah sakit. Selain ituterdapat faktor penghambat yang membuat beberapa implementasi dalam pelaksanaannya kurang maksimal.
5. Mengacu pada intervensi dan implementasi dari hasil evaluasi, ada 2 diagnosa yang teratasi : nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru dan batuk menetap, dan gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak napas dan batuk. Selain itu ada 3 diagnosa yang teratasi sebagian :
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret, sekret kental, risiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman tuberkulosis, dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigen untuk beraktivitas.
B. SARAN
Demi kemajuan selanjutnya maka penulis menyarankan kepada:
1. Pasien lebih kooperatif, selalu memperhatikan serta tidak melakukan halhal yang menyimpang dari petunjuk dokter dan perawat
2. Keluarga senantiasa memotivasi pasien dan keluarga untuk selalu menjaga pola hidup dan kesehatan pasien.
3. Perawat sebagai tim kesehatan sangat perlu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan agar mampu merawat pasien secara komprehensif dan optimal.
4. Institusi pelayanan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang mendukung terciptanya pelayanan kesehatan yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Zulkifli, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Dialih bahasakan oleh Yasmin Asih. Jakarta : EGC.
Depkes RI. 2011. TBC Masalah Kesehatan Dunia. www.bppsdmk.depkes.go.id. Tanggal diakses : 20 Maret 2011.
Doenges, Marilynn E, et al. 2005. Nursing diagnosis manual: Planning, individualizing, and documenting client care. Philadelphia: F.A. Davis Company.
NANDA International. 2002. Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2009-2011. Dialih bahasakan oleh Made Sumarwati, dkk. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Dialih bahasakan oleh Brahm U Pendit, dkk. Jakarta : EGC.
Potter, Patricia A dan Perry, Anne G . 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 Volume 1. Dialih Bahasakan Oleh Yasmin, Asih, dkk. Jakarta : EGC.
Rubenstein, David, dkk. 2007. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Dialih bahasakan oleh Annisa Rahmalia. Jakarta : Erlangga.
Smeltzer, Suzanne C, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 1. Edisi 8. Dialih bahasakan oleh Andry , dkk. Jakarta: EGC.
_______________________ 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 1. Edisi 8. Dialih bahasakan oleh Andry , dkk. Jakarta: EGC.
Tierney, Lawrence M, dkk. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit Dalam). Dialih bahasakan oleh Abdul Gofir, dkk. Jakarta : Salemba Medika.
Wilkonson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Dialih bahasakan oleh Widyawati, dkk. Jakarta : EGC
0 Response to "Asuhan Keperawatan TB Paru Nanda Nic Noc Terbaru"
Post a Comment