Laporan Pendahuluan Fatty Liver Nanda Nic Noc Terbaru
LAPORAN PENDAHULUAN
NON-ALCOHOLIC FATTY LIVER DISEASE
(NAFLD)
A. DEFINISI
Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) adalah spektrum kelainan hati dengan gambaran khas berupa perlemakan (steatosis) makrovesikular yang muncul pada klien yang tidak mengonsumsi alkohol dalam jumlah yang dianggap tidak berbahaya untuk liver (kurang dari 20 gram etanol dalam satu minggu).
Spektrum kelainan tersebut dimulai dari steatosis sederhana (tanpa fibrosis dan inflamasi), steatosis dengan inflamasi dengan atau tanpa fibrosis (non-alcoholic steatohepatitis atau NASH) dan bisa berlangsung menjadi sirosis.
Istilah NASH pertama kali diangkat pada 1980 di dalam penelitian Ludwig yang melaporkan perubahan histologi hati berupa steatosis, infiltrat inflamasi, badan Mallory, fibrosis dan sirosis pada 20 pasien tanpa adanya riwayat konsumsi alkohol yang signifikan.
NAFLD dianggap berperan pada 90% lebih kasus kenaikan tes fungsi hati tanpa ditemukannya penyebab tertentu (virus, alkohol, penyakit hati yang diturunkan dan obat-obatan).
B. EPIDEMIOLOGI NON-ALCOHOLIC FATTY LIVER DISEASE
Prevalensi NAFLD meningkat secara cepat di seluruh dunia dan sebanding dengan peningkatan kejadian obesitas dan diabetes tipe 2. Prevalensi NAFLD pada populasi umum diperkirakan sebesar 20-30% di negara-negara Barat 3,8,9,10 dan 15% di negara-negara Asia.
Prevalensi NAFLD berbeda tergantung usia, jenis kelamin dan berat badan. NAFLD dan NASH dilaporkan terdapat pada segala usia termasuk anak-anak, dimana prevalensi steatosis lebih rendah dibanding dewasa (13-15%), namun meningkat pada subjek dengan obesitas (30-80%).
Prevalensi NAFLD meningkat seiring usia dengan prevalensi tinggi pada pria usia 40 sampai 65 tahun. Subjek dengan obesitas memiliki prevalensi NAFLD sebesar 30-100%, dimana subjek dengan diabetes tipe 2 memiliki prevalensi NAFLD sebesar 1075% dan pada hiperlipidemia sebesar 20-92%. NAFLD dianggap jarang di Asia-Pasifik karena dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan ‘kemakmuran’ dan juga regio ini memiliki insidensi hepatitis virus yang tinggi.
Peningkatan prevalensi faktor-faktor resiko utama NAFLD, seperti resistensi insulin, obesitas, dislipidemia dan sindroma metabolik di Asia-Pasifik, bagaimanapun berperan dalam peningkatan prevalensi NAFLD di regio tersebut.
Berdasarkan survei dengan menggunakan ultrasonografi, prevalensi NAFLD pada populasi umum di Asia beragam mulai dari 5-40%.17 Prevalensi NAFLD di Indonesia pada populasi urban diperkirakan sebesar 30%.4 Obesitas merupakan faktor resiko yang paling erat berkaitan.
C. FAKTOR RESIKO NON-ALCOHOLIC FATTY LIVER DISEASE
NAFLD dianggap merepresentasikan komponen hepatik dari sindroma metabolik berupa obesitas, hiperinsulinemia, resistensi insulin, diabetes, hipertrigliserida dan hipertensi. Diabetes tipe 2 merupakan komponen utama dari sindroma metabolik dan berkaitan dengan obesitas maupun NAFLD.
Resistensi insulin memainkan peran besar pada patogenesis NAFLD dimana ditemukan bahwa resistensi ringan sangat umum terjadi pada stadium awal NAFLD dan semakin berat resistensi insulin (diabetes tipe 2) berhubungan dengan semakin beratnya stadium dari NAFLD.
Obesitas dikatakan sangat erat berkaitan dengan NAFLD, namun jelas bahwa tidak seluruh individu dengan obesitas memiliki NAFLD kerena prevalensinya masih berkisar 20-90%. Studi lain menunjukkan bahwa NAFLD juga terjadi pada subjek tanpa obesitas22 dan hal ini umum terjadi pada pasien dengan kelainan lipodistrofi kongenital atau didapat,20 yang ditandai dengan kurangnya jumlah jaringan adiposa.
Penemuan-penemuan tersebut menunjukkan bahwa obesitas dan NAFLD merupakan konsekuensi yang sama dari suatu kelainan lain yang mendasari, atau bahwa obesitas meningkatkan resiko perkembangan NAFLD setelah pajanan penyebab tertentu, misal alkohol. Kadar konsumsi alkohol yang dianggap aman untuk individu normal dapat berbahaya untuk individu dengan obesitas.
Penelitian yang dilakukan oleh Irsan Hasan dan dikutip oleh Amarpukar dkk menunjukkan bahwa prevalensi NAFLD pada negara Asia-Pasifik meningkat pada populasi dengan faktor resiko.
D. PATOFISIOLOGI FATTY LIVER
Resistensi insulin, stres oksidatif dan inflamasi dipercaya memainkan peran pada patogenesis dan progresi NAFLD. Hipotesis ‘multi-hit’ (yang dulunya disebut sebagai ‘two-hit’) telah digunakan dalam menjelaskan patogenesis NAFLD20,23 (Gambar 1).
Resistensi insulin menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas yang diabsorbsi oleh hati, menghasilkan keadaan steatosis sebagai hit pertama (first hit).
Hal tersebut dilanjutkan dengan berbagai interaksi kompleks (multiple second hit) yang melibatkan sel hati, sel stelata, sel adiposa, sel kupfer, mediator-mediator inflamasi dan reactive oxygen species yang dapat menyebabkan inflamasi (NASH) atau berlanjut sirosis.
Resistensi insulin menginisiasi hit pertama. Keadaan resistensi insulin menyebabkan sel adiposa dan sel otot cenderung mengoksidasi lipid, yang menyebabkan pelepasan asam lemak bebas. Asam lemak lalu diabsorbsi oleh hati, menghasilkan keadaan steatosis. Asam lemak bebas di dalam hati dapat terikat dengan trigliserida atau mengalami oksidasi di mitokondria, peroksisom atau mikrosom.
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS FATTY LIVER DISEASE
Seperti pada penyakit hati kronis lainnya, sebagian besar pasien dengan NAFLD adalah asimptomatik. NAFLD biasa ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan laboratorium rutin atau pemeriksaan lanjutan dari keadaan-keadaan lain, seperti hipertensi, diabetes dan obesitas berat.
Peningkatan level ALT atau penemuan bukti-bukti NAFLD secara sonografi dapat pula ditemukan pada pemeriksaan batu empedu. Gejala yang mungkin muncul biasanya bersifat tidak spesifik. Kelelahan merupakan yang paling sering dilaporkan dan tidak berkorelasi dengan keparahan lesi histologis.
Gejala umum lainnya adalah rasa tidak nyaman pada perut kanan atas yang bersifat samar-samar dan tidak dapat dikategorikan pada rasa nyeri tertentu. Tidak terdapat tanda patognomonik untuk NASH. Obesitas merupakan abnormalitas yang paling sering ditemukan pada pemeriksaan fisik dan terdapat pada 30-100% pasien.
Baca Juga: Laporan pendahuluan Bronkitis
Hepatomegali merupakan hal yang paling sering ditemukan pada pasien dengan gangguan hati. Sebagian kecil pasien juga menunjukkan tanda-tanda stigmata penyakit hati kronis, dimana eritema palmar dan spider nevi adalah yang tersering.
Jaundice, asites, asteriksis dan tanda hipertensi portal dapat ditemukan apada pasien dengan sirosis lanjut. Muscle wasting juga dapat ditemukan saat penyakit berlanjut namun sering tersamar oleh keadaan edema atau obesitas yang telah ada sebelumnya.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dimana sebaliknya yaitu rasio AST/ALT lebih dari 1 berhubungan dengan fibrosis dan progresi penyakit. Namun, perlemakan hati alkoholik yang tidak terlalu parah juga memiliki rasio AST/ALT kurang dari 1, oleh karena itu hal ini dapat berguna untuk membedakan perlemakan hati alkoholik dari non-alkoholik namun diperlukan interpretasi yang hati-hati.
Pencitraan hati tidak sensitif bagi individu dengan steatosis yang tidak terlalu berat, dan tidak ada satupun modalitas pencitraan yang dapat membedakan steatosis dengan NASH ataupun NASH dengan fibrosis. USG merupakan modalitas paling terjangkau dimana MRI adalah yang termahal.
Dalam prekteknya, biopsi hati dirasa tidak penting apabila diagnosis sirosis dan hipertensi portal dapat ditegakkan melalui bukti klinis dan pencitraan.
H. PENATALAKSANAAN NON-ALCOHOLIC FATTY LIVER DISEASE
Tidak seperti penyakit kronik hati lainnya, tidak terdapat algoritma baku dalam pengelolaan NAFLD. Pengelolaan NAFLD meliputi modifikasi faktor resiko, deteksi pasien dengan sirosis, pengelolaan kejadian yang berhubungan dengan sirosis serta transplantasi pada pasien dengan stadium akhir.
Strategi reduksi stres dinilai masuk akal berdasarkan hipotesis patogenesis NAFLD yang meliputi respon terhadap stres oksidatif. Modifikasi gaya hidup meliputi diet dan olahraga mengurangi resiko berkembangnya diabetes tipe 2 secara signifikan. Olahraga merupakan komponen penting kesuksesan penurunan berat badan dan aktivitas fisik akan meningkatan sensitivitas insulin.25
Resistensi insulin memainkan peran sentral pada patogenesis NAFLD. Pengamatan pada tikus dengan resistensi insulin dan perlemakan hati, setelah diberi metformin atau thiazolidinediones mengalami perbaikan untuk kedua keadaan tersebut.
Traglitazone, walaupun memberikan keuntungan berupa perbaikan tes fungsi hati dan perbaikan secara histologis, berkaitan dengan gagal hati idiosinkratik fulminan dan dihapus dari pasar sejak tahun 2000.
Beberapa penelitian berusaha mengetahui efek metformin pada kadar aminotransferase dan histologi hati pada pasien NASH. Sebuah penelitian kecil awal mengemukakan terjadinye penurunan resistensi insulin dan aminotransferase, namun tanpa perbaikan signifikan dari histologi hati.
Penelitian terbaru dengan studi meta-analisis mengamati pemberian metformin selama 6 sampai 12 bulan disertai dengan intervensi gaya hidup tidak menghasilkan perbaikan pada aminotransferase dan histologi hati. Semenjak metformin tidak memberikan efek perbaikan pada histologi hati, metformin tidak direkomendasikan sebagai terapi spesifik untuk pasien dengan NASH.38
b. Antioksidan
Stres oksidatif merupakan mekanisme kunci dari cedera sel hati dan progresi NAFLD. Vitamin E merupakan salah satu antioksidan yang sering diteliti sebagai alternatif pengobatan NAFLD. Dapat disimpulkan bahwa: 1).
Penggunaan vitamin E berhubungan dengan penurunan kadar aminotransferase, 2) vitamin E menghasilkan perbaikan pada steatosis, inflamasi, degenerasi balon dan resolusi dari steatohepatitis, 3) vitamin E tidak memberi efek pada fibrosis.
c. Obat Penurun Lipid (Lipid Lowering Drugs)
Mengingat NAFLD sebagai kelainan homeostasis lemak hati, pemberian obat penurun kadar lemak juga menjadi salah satu pertimbangan.. Penelitian tentang pemakaian gemfibrizol menunjukkan tidak adanya efek terhadap NAFLD.
Penggunaan obat-obatan ini secara rasional masih tidak dapat ditetapkan, dan berhubungan dengan kejadian cedera hati. Pada saat ini, penggunaan rutin statin dalam mengobati NAFLD tidak direkomendasikan.20
d. Ursodeoxycholic Acid (UDCA) dan Asam Lemak Omega-3
Beberapa studi berusaha meneliti penggunaan UDCA (dosis konvensional dan dosis tinggi). Studi tunggal besar dengan metode RCT menunjukkan bahwa UDCA tidak memberikan keuntungan secara histologis dibandingkan dengan plasebo pada pasien dengan NASH.
Penggunaan asam lemak omega-3 disetujui di Amerika Serikat dalam penanganan hipertrigliserida dan sedang diteliti dalam penggunaannya dalam mengobati NAFLD. Rekomendasi penggunaan asam lemak omega-3 dalam pengobatan NAFLD dianggap prematur namun bisa menjadi obat lini pertama dalam penanganan hipertrigliseridemia pada pasien NAFLD.
D. PATOFISIOLOGI FATTY LIVER
Resistensi insulin, stres oksidatif dan inflamasi dipercaya memainkan peran pada patogenesis dan progresi NAFLD. Hipotesis ‘multi-hit’ (yang dulunya disebut sebagai ‘two-hit’) telah digunakan dalam menjelaskan patogenesis NAFLD20,23 (Gambar 1).
Resistensi insulin menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas yang diabsorbsi oleh hati, menghasilkan keadaan steatosis sebagai hit pertama (first hit).
Hal tersebut dilanjutkan dengan berbagai interaksi kompleks (multiple second hit) yang melibatkan sel hati, sel stelata, sel adiposa, sel kupfer, mediator-mediator inflamasi dan reactive oxygen species yang dapat menyebabkan inflamasi (NASH) atau berlanjut sirosis.
Resistensi insulin menginisiasi hit pertama. Keadaan resistensi insulin menyebabkan sel adiposa dan sel otot cenderung mengoksidasi lipid, yang menyebabkan pelepasan asam lemak bebas. Asam lemak lalu diabsorbsi oleh hati, menghasilkan keadaan steatosis. Asam lemak bebas di dalam hati dapat terikat dengan trigliserida atau mengalami oksidasi di mitokondria, peroksisom atau mikrosom.
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS FATTY LIVER DISEASE
Seperti pada penyakit hati kronis lainnya, sebagian besar pasien dengan NAFLD adalah asimptomatik. NAFLD biasa ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan laboratorium rutin atau pemeriksaan lanjutan dari keadaan-keadaan lain, seperti hipertensi, diabetes dan obesitas berat.
Peningkatan level ALT atau penemuan bukti-bukti NAFLD secara sonografi dapat pula ditemukan pada pemeriksaan batu empedu. Gejala yang mungkin muncul biasanya bersifat tidak spesifik. Kelelahan merupakan yang paling sering dilaporkan dan tidak berkorelasi dengan keparahan lesi histologis.
Gejala umum lainnya adalah rasa tidak nyaman pada perut kanan atas yang bersifat samar-samar dan tidak dapat dikategorikan pada rasa nyeri tertentu. Tidak terdapat tanda patognomonik untuk NASH. Obesitas merupakan abnormalitas yang paling sering ditemukan pada pemeriksaan fisik dan terdapat pada 30-100% pasien.
Baca Juga: Laporan pendahuluan Bronkitis
Hepatomegali merupakan hal yang paling sering ditemukan pada pasien dengan gangguan hati. Sebagian kecil pasien juga menunjukkan tanda-tanda stigmata penyakit hati kronis, dimana eritema palmar dan spider nevi adalah yang tersering.
Jaundice, asites, asteriksis dan tanda hipertensi portal dapat ditemukan apada pasien dengan sirosis lanjut. Muscle wasting juga dapat ditemukan saat penyakit berlanjut namun sering tersamar oleh keadaan edema atau obesitas yang telah ada sebelumnya.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan Laboratorium
Dimana sebaliknya yaitu rasio AST/ALT lebih dari 1 berhubungan dengan fibrosis dan progresi penyakit. Namun, perlemakan hati alkoholik yang tidak terlalu parah juga memiliki rasio AST/ALT kurang dari 1, oleh karena itu hal ini dapat berguna untuk membedakan perlemakan hati alkoholik dari non-alkoholik namun diperlukan interpretasi yang hati-hati.
- Pencitraan
Pencitraan hati tidak sensitif bagi individu dengan steatosis yang tidak terlalu berat, dan tidak ada satupun modalitas pencitraan yang dapat membedakan steatosis dengan NASH ataupun NASH dengan fibrosis. USG merupakan modalitas paling terjangkau dimana MRI adalah yang termahal.
- Biopsi Hati
Dalam prekteknya, biopsi hati dirasa tidak penting apabila diagnosis sirosis dan hipertensi portal dapat ditegakkan melalui bukti klinis dan pencitraan.
H. PENATALAKSANAAN NON-ALCOHOLIC FATTY LIVER DISEASE
Tidak seperti penyakit kronik hati lainnya, tidak terdapat algoritma baku dalam pengelolaan NAFLD. Pengelolaan NAFLD meliputi modifikasi faktor resiko, deteksi pasien dengan sirosis, pengelolaan kejadian yang berhubungan dengan sirosis serta transplantasi pada pasien dengan stadium akhir.
Penatalaksanaan Non-medis
a. Modifikasi Gaya Hidup dan Reduksi StresStrategi reduksi stres dinilai masuk akal berdasarkan hipotesis patogenesis NAFLD yang meliputi respon terhadap stres oksidatif. Modifikasi gaya hidup meliputi diet dan olahraga mengurangi resiko berkembangnya diabetes tipe 2 secara signifikan. Olahraga merupakan komponen penting kesuksesan penurunan berat badan dan aktivitas fisik akan meningkatan sensitivitas insulin.25
Terapi Farmakologis
a. Peningkat Sensitivitas Insulin (Insulin-Sensitizing Drugs)Resistensi insulin memainkan peran sentral pada patogenesis NAFLD. Pengamatan pada tikus dengan resistensi insulin dan perlemakan hati, setelah diberi metformin atau thiazolidinediones mengalami perbaikan untuk kedua keadaan tersebut.
Traglitazone, walaupun memberikan keuntungan berupa perbaikan tes fungsi hati dan perbaikan secara histologis, berkaitan dengan gagal hati idiosinkratik fulminan dan dihapus dari pasar sejak tahun 2000.
Beberapa penelitian berusaha mengetahui efek metformin pada kadar aminotransferase dan histologi hati pada pasien NASH. Sebuah penelitian kecil awal mengemukakan terjadinye penurunan resistensi insulin dan aminotransferase, namun tanpa perbaikan signifikan dari histologi hati.
Penelitian terbaru dengan studi meta-analisis mengamati pemberian metformin selama 6 sampai 12 bulan disertai dengan intervensi gaya hidup tidak menghasilkan perbaikan pada aminotransferase dan histologi hati. Semenjak metformin tidak memberikan efek perbaikan pada histologi hati, metformin tidak direkomendasikan sebagai terapi spesifik untuk pasien dengan NASH.38
b. Antioksidan
Stres oksidatif merupakan mekanisme kunci dari cedera sel hati dan progresi NAFLD. Vitamin E merupakan salah satu antioksidan yang sering diteliti sebagai alternatif pengobatan NAFLD. Dapat disimpulkan bahwa: 1).
Penggunaan vitamin E berhubungan dengan penurunan kadar aminotransferase, 2) vitamin E menghasilkan perbaikan pada steatosis, inflamasi, degenerasi balon dan resolusi dari steatohepatitis, 3) vitamin E tidak memberi efek pada fibrosis.
c. Obat Penurun Lipid (Lipid Lowering Drugs)
Mengingat NAFLD sebagai kelainan homeostasis lemak hati, pemberian obat penurun kadar lemak juga menjadi salah satu pertimbangan.. Penelitian tentang pemakaian gemfibrizol menunjukkan tidak adanya efek terhadap NAFLD.
Penggunaan obat-obatan ini secara rasional masih tidak dapat ditetapkan, dan berhubungan dengan kejadian cedera hati. Pada saat ini, penggunaan rutin statin dalam mengobati NAFLD tidak direkomendasikan.20
d. Ursodeoxycholic Acid (UDCA) dan Asam Lemak Omega-3
Beberapa studi berusaha meneliti penggunaan UDCA (dosis konvensional dan dosis tinggi). Studi tunggal besar dengan metode RCT menunjukkan bahwa UDCA tidak memberikan keuntungan secara histologis dibandingkan dengan plasebo pada pasien dengan NASH.
Penggunaan asam lemak omega-3 disetujui di Amerika Serikat dalam penanganan hipertrigliserida dan sedang diteliti dalam penggunaannya dalam mengobati NAFLD. Rekomendasi penggunaan asam lemak omega-3 dalam pengobatan NAFLD dianggap prematur namun bisa menjadi obat lini pertama dalam penanganan hipertrigliseridemia pada pasien NAFLD.
0 Response to "Laporan Pendahuluan Fatty Liver Nanda Nic Noc Terbaru "
Post a Comment